
Pendopo Samin
Bersebelahan dengan Monumen Utama, terdapat Pendopo Samin. Bangunan yang berfungsi untuk Pertemuan dan Museum Display Batuan Geologi Bendungan Randugunting ini mengadopsi model bangunan khas Suku Samin. Suku Samin yang kini terkenal dengan Kampung Samin merupakan salah satu suku di Jawa Tengah yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai leluhurnya. Sedulur Sikep, ajaran pokok Suku Samin seperti kejujuran, saling menghormati antara sesama manusia, dan ramah terhadap lingkungan menjadi pegangan utama masyarakat Samin. Selain penghargaan atas kearifan lokal masyarakat Samin, kehadiran Pendopo Samin di area Bendungan Randugunting ini memberi pesan moral akan pentingnya kejujuran, saling menghormati antarseama, dan ramah terhadap lingkungan dalam semua dimenasi kehidupan, termasuk dalam tata kelola sumber daya air.
Masyarakat Samin
salah satu daerah kabupaten di Jawa Tengah dengan konteks sosial yang beragam dan kearifan lokal yang khas. Keragaman dan kekhasan itu dapat menjadi modal kemajuan pembangunan daerah apabila dikelola dan kembangkan dengan tepat. Pengelolaan dan pengembangan yang tepat tak hanya bersandar pada kemampuan pemerintahan daerah, tetapi juga peran serta dan kreativitas masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing modal sosial dan sumber daya lokalnya. Tiga hal yang khas dari Blora adalah Kampung Samin, sate, dan ukiran jati Kampung Samin.
Kampung Samin. Suku di Blora umumnya adalah Jawa, namun terdapat satu suku yang unik yaitu suku Samin yang lebih terkenal dengan sebutan Kampung Samin. Kampung Samin menjadi daya tarik wisata yang berbasis budaya. Di Kampung Samin wisatawan dapat berdialog, berinteraksi, dengan warga Samin, belajar dari sifat kejujuran dan kesederhanaan dari masyarakat Sedulur Sikep Samin. Selain itu, wisatawan akan disuguhi kesenian warga Samin berupa Dolanan anak dan Jamasan Alat Pertanian serta Kuliner asli warga Samin.
Komunitas suku yang berada di pedalaman Blora memiliki kearifan lokal yang khas, memiliki ajaran sendiri, dan memegang teguh tradisi. Mereka konsisten dalam berperilaku menjunjung tinggi kejujuran, tidak iri, dan tidak berprasangka jelek pada orang lain. Mereka juga bersikap apa adanya tanpa mengada-ada. Mereka memiliki ajaran yang disebut Sedulur Sikep.
Sedulur Sikep merupakan ajaran utama suku Samin. Saminisme adalah ajaran Samin Surosentiko yang mengajarkan Sedulur Sikep. Ajaran ini membuat orang suku Samin dianggap kurang pintar dan sinting. Sedulur memiliki arti “saudara”, dan Sikep adalah “senjata”. Sedulur Sikep bermakna ajaran Samin yang mengutamakan perlawanan tanpa senjata dan tanpa kekerasan. Ajaran ini berawal dari masa penjajahan Belanda dan Jepang, bahwa mereka mengobarkan semangat perlawanan kepada Belanda, dengan cara menolak membayar pajak dan semua peraturan dari pemerintah kolonial.
Suku Samin justru senang jika disebut Wong Sikep, karena sebutan ini berkonotasi positif yaitu orang yang baik dan jujur. Masyarakat Samin memang dikenal jujur dan terbuka pada siapapun, termasuk pada orang yang belum dikenal. Mereka akan berbicara sesuai realitas tanpa rekayasa, meski kadang dinilai bersikap lugu yang cenderung bodoh. Cara inilah yang digunakan saat dulu melawan Belanda, meski sudah mengerti namun pura-pura tidak mengerti.
Salah satu nilai luhur yang mereka tanamkan adalah menganggap semua orang sebagai saudara dengan mengedepankan kebersamaan. Dalam hal simpan-pinjam misalnya, mereka melakukan dengan cara arisan. Mereka mengumpulkan uang sebagai tabungan, lalu dipinjamkan kepada siapa saja tanpa ada bunga. Mereka juga sangat menjunjung tinggi gotong royong. Jika diantara mereka ada yang membangun rumah, tanpa diminta semua warga akan datang untuk membantu. Gotong royong ini dikenal sebagai Sambatan atau Rukunan.
Sejak dahulu kala, masyarakat Samin hidup menyatu dengan alam. Pada masa penjajahan Belanda, pernah ada warga Samin yang didatangi petugas pajak Belanda yang hendak menagih pajak warga Samin itu. Bukannya membayar, orang Samin itu justru keluar rumah dengan membawa cangkul dan sekantung uang. Di hadapan petugas pajak itu, dia menggali tanah dengan cangkul dan menanam uang itu di dalamnya.
Masyarakat Samin yang berdomisili di Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur mayoritas bekerja sebagai petani. Petani tradisional Samin di Desa Klopoduwur itu termasuk dalam petani yang masih menjalankan usahataninya sesuai dengan ketentuan-ketentuan Adat Samin. Petani tradisional Samin merupakan masyarakat yang masih menjalani kehidupan mereka sesuai dengan adat istiadat Samin. Walaupun sudah berjalan sejak tahun 1840, mereka masih menjalani dan melakukan usahatani sesuai dengan adat Samin.
Bertani merupakan bagian dari masyarakat Samin yang tidak dapat dipisahkan, meskipun saat ini generasi-generasi mudanya juga mulai melakukan pekerjaan lain. Bertani tetap menjadi pekerjaan utama di dalam keluarga masyarakat Samin. Petani Samin mengerjakan sawah yang sebagian besar merupakan warisan dari leluhur mereka, masyarakat Samin dalam ajarannya tidak diperbolehkan untuk menjual lahan sawah mereka kepada orang lain, sehingga sawah yang mereka miliki merupakan warisan turun temurun.
Menurut hasil penelitian yang bertajuk “Kearifan Lokal Petani Tradisional Samin di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Blora” (2018) masyarakat Samin sangat memegang teguh nilai-nilai luhur. Berikut beberapa nilai luhur masyarakat Samin:
Masyarakat Samin mewarisi budaya tani dan tinggal mengelompok di daerah tertentu. Selama lebih dari satu dasawarsa, ada suku Samin yang menyebar sampai ke luar wilayah Blora, seperti di Kudus, Pati, Grobogan, Rembang, Bojonegoro, dan Ngawi. Meski di tengah kehidupan modern, mereka tetap memegang ajaran Saminisme dari leluhur. Masyarakat Samin memang dikenal dengan keluguan, kejujuran,dan sikap apa adanya yang kadang nyeleneh sehingga dipandang masyarakat lain secara berbeda. Namun dibalik itu, ada pesan terutama mengenai kejujuran yang bisa diteladani dari kehidupan suku Samin.